Inventarisasi Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat Berbasiskan Analisis Spasial
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas. Smith (1990) menyatakan ekosistem hutan hujan tropis memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi karena adanya kondisi habitat yang heterogen, baik secara vertikal maupun horisontal. Kondisi habitat yang bervariasi memberikan peluang berbagai spesies tumbuhan untuk hidup bersama dalam ekosistem, salah satu diantaranya adalah spesies tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah merupakan komponen vegetasi dasar di bawah tegakan hutan selain permudaan pohon, yang terdiri atas rerumputan, herba dan semak belukar. Kelompok vegetasi ini memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas ekosistem hutan (Soerianegara dan Indrawan, 2008), selain itu Hardjosumarno (1998) menjelaskan komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah berfungsi untuk mempertahankan siklus hidrologi, penyedia bahan organik, dan menjaga kelembaban tanah. Hilwan et al. (2013) menyatakan tumbuhan bawah selain memiliki fungsi ekologi juga memiliki manfaat ekonomi yang dapat dikembangkan, salah satunya sebagai sumber bahan obat. Pemanfaatan tumbuhan bawah sebagai sumber bahan obat merupakan alternatif yang dapat diusaha kan untuk mendorong pengembangan hasil hutan bukan kayu dari kawasan hutan hutan hujan tropis. Tumbuhan bawah yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki potensi sebagai bahan obat-obatan. Zainuddin (2008) dan Whitmore (1984) menyatakan setiap tipe ekosistem hutan tropika di Indonesia merupakan pabrik keaneka ragaman hayati tumbuhan obat, terbentuk secara evolusi dengan waktu yang sangat panjang, telah dimanfaat kan masyarakat lokal berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Cutler (2000) menyatakan keanekaraga man jenis tumbuhan hutan hujan tropis sangat tinggi karena terdapat perbedaan-perbedaan iklim yang nyata terutama perbedaan yang berhubungan dengan ketinggian di atas permukaan air laut. Menurut Marsono (2004) sumber daya alam hayati yang dimanfaatkan manusia dalam bentuk jenis, gen dan ekosistemnya, selain itu nilai subtansial konservasi sumber daya alam hayati adalah terhadap nilai ekonomis dan komponen bioaktif serta sumber plasma nutfahnya. Zuhud (2008) telah melakukan inventarisasi jenis tumbuhan di beberapa taman nasional dan hasil penelitian menunjukkan setiap unit kawasan taman nasional ditemukan berbagai spesies tumbuhan obat yang dapat mengobati 25 kelompok penyakit yang diderita masyarakat, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kawasan hutan alam tropika pada setiap tempat menyediakan bahan baku obat untuk berbagai kelompok masyarakat. Penelitian bertujuan untuk melakukan inventarisasi komunitas tumbuhan bawah berkhasiat obat yang terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan menggunakan analisis spasial. Analisis spasial dilakukan untuk mengkaji faktor dari zonasi, jenis tanah dan ketinggian tempat terhadap keanekaragaman tumbuhan bawah. Lokasi penelitian di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Resort Cibodas secara administratif terletak di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Luas Resort Cibodas 1.750,81 ha dengan luas keseluruhan TNGGP 21.975 ha menurut SK Penetapan Kawasan TNGGP No. 3683/Menhut–VII/KUH/2014. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Desember 2015. Penelitian dilakukan dengan penyusunan peta unit lahan diperoleh menggunakan analisis spasial yang merupakan teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan potensi hubungan atau pola-pola yang terdapat diantara unsur-unsur keruangan. Penyusunan dilakukan dengan operasi timpang tindih menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Peta yang dihasilkan berisi informasi yang detail dari semua peta dasar yang digabungkan. Output dari hasil overlay berupa Land Mapping Unit (LMU), jadi dapat dikatakan LMU adalah unit kawasan yang seragam menurut kriteria tertentu (Soeprijadi et al, 2012), kemudian dilakukan penentuan lokasi untuk pembuatan petak ukur berupa nested sampling untuk pengambilan sampel tumbuhan bawah dan tingkat pertumbuhan vegetasi. Multi-stage sampling merupakan sampling bertahap, tahap pertama dilakukan sampling dengan membagi kawasan menjadi kelas-kelas unit lahan dengan karakteristik yang seragam berupa peta unit lahan, lalu dilakukan pencuplikan tahap kedua untuk setiap kelas unit lahan dengan pembuatan petak ukur. Proses tersebut lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan. Land Mapping Unit (LMU) yang terbentuk dan informasi awal tentang jenis tumbuhan bawah berpotensi obat selanjutnya digunakan sebagai dasar peletakan posisi dan pembuatan petak ukur.
Pembuatan Petak Ukur Tumbuhan Bawah dan Tingkat Pertumbuhan Vegetasi
Pembuatan dan penempatan petak ukur berada pada tiap LMU dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi topografi dan komposisi tumbuhan bawah. Berdasarkan pendekatan ini kemudian petak ukur ditempatkan searah garis kontur yang berada di kanan dan kiri jalur pendakian. Teknik sampling yang digunakan untuk pengumpulan data adalah multi-stage sampling. Stage pertama menge lompokkan satuan unit lahan berdasar kan karakteristik fisik kawasan yang seragam, sedangkan stage kedua adalah petak ukur di dalam stage pertama. Petak ukur untuk pengambilan sampel berupa nested sampling. Rancangan petak ukur nested sampling berupa petak ukur bertingkat, dimana setiap sub-petak ukurnya berbentuk 4 (empat) persegi berurutan sebanyak 5 (lima) petak ukur dalam satu jalur, kemudian dilakukan pembuatan lima petak ukur selanjutnya pada jalur kedua dengan jarak antar jalur adalah 50 meter. Hal tersebut dilakukan seterusnnya hingga dirasa jumlah petak ukur telah memenuhi kebutuhan penelitian. Satu plot terdiri atas beberapa sub plot. Sub-plot berukuran 2 m x 2 m untuk pengukuran semai (seedling) dan tumbuhan bawah, sub-plot berukuran 5 m x 5 m untuk tingkat pancang atau sapihan (sapling), sub-plot berukuran 10 m x 10 m untuk tingkat tiang (poles), dan sub-plot berukuran 20 m x 20 m untuk tingkat pohon (tree). Pengumpulan data kondisi biofisik dilakukan pada setiap petak ukur. Parameter biofisik yang diamati meliputi ketinggian tempat, intensitas cahaya, suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, ketebalan seresah, jenis tanah, suhu tanah, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, kandungan nitrogen, dan kapasitas tukar kation. Pengukuran intensitas cahaya, suhu lingkungan, dan kelembaban lingkungan dilakukan secara serentak pada setiap petak ukur dengan tiga replikasi waktu pengamatan yaitu pukul 08.00 – 09.00 WIB, pukul 12.00 – 13.00 WIB, dan pukul 15.00 – 16.00 WIB.
Identifikasi Jenis Tumbuhan Bawah Berpotensi Obat
Identifikasi jenis dilakukan di lokasi petak ukur, apabila tidak dapat dilakukan identifikasi di lokasi, maka akan diambil sampel guna dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan metode herbarium. Identifikasi sampel tumbuh an bawah dilakukan dengan kemampu an pengamat berbekal ilmu dendrologi dan pengenalan jenis tumbuhan bawah. Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama, penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berbentuk herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar (Setyawan dkk, 2005). Metode ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel herbarium yang harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Herbarium yang telah diawetkan dikirim ke Laboratorium Botani LIPI, Bogor untuk diidentifikasi jenisnya lebih lanjut. Pengambilan data identifikasi jenis tumbuhan bawah menggunakan tally sheet.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Multi-stage Sampling (Land Mapping Unit dan Petak Ukur)
Penelitian ini menggunakan multi-stage sampling sebagai metode dalam proses pengambilan data sampel jenis tumbuhan bawah, dikarenakan luasan Resort Cibodas yang cukup luas, yaitu sebesar 1,750.81 Ha. Multi-stage sampling dipilih karena metode tersebut dapat diterapkan pada penelitian yang kompleks dalam luasan wilayah penelitian dan parameter-parameter untuk pengukuran populasi/komunitas. Populasi/komunitas yang akan di-sampling dipilah berdasarkan unit sampling. Unit sampling dalam multi-stage sampling dipilih dalam urutan hierarki. Multi-stage sampling penelitian ini merupakan multi-stage sampling dua tahap/two-step sampling. Tahap pertama dalam pembagian kawasan menjadi unit-unit lahan dengan dasar karakteristik fisik yang seragam di kawasan TNGGP. Tahap kedua adalah keterwakilan unit lahan dengan pembuatan petak ukur sebagai unit sampling.
Pengelolaan taman nasional didasarkan pada pembagian zonasi pengelolaan, hal ini digunakan sebagai dasar dalam penentuan peta unit lahan dalam penelitian ini. Penentuan unit lahan dalam penelitian ini menggunakan peta ketinggian, peta jenis tanah dan peta zonasi Resort Cibodas TNGGP. Tiga peta dasar yang digunakan dengan pertimbangan-pertimbangan yang sejalan dengan penelitian ini. Peta jenis tanah digunakan disebabkan faktor pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh keberadaan jenis tanah sebagai penyedia unsur hara dan tempat tumbuh dari komunitas tumbuhan bawah. Supriyono (2009) dan Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa perbedaan jenis tanah akan menyebabkan perbedaan komunitas tumbuhan bawah yang tumbuh. Peta ketinggian digunakan sebagai dasar pembuatan LMU karena pertumbuhan komunitas tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor ketinggian (Searles et al., 2001; Zidorn, 2009). Faktor ketinggian akan menyebabkan perbedaan faktor-faktor pertumbuhan yang lain, terutama yang berkaitan dengan klimatologi dan hidrologi. Zonasi kawasan taman nasional merupakan dasar pembagian kawasan untuk pengelolaan taman nasional. Mengacu pada Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Peruntukan zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Pembuatan LMU menggunakan peta zonasi TNGGP agar diperoleh lokasi yang sesuai dengan tujuan untuk pengelolaan jenis tumbuhan bawah berpotensi sitotoksik teraktif kedepan. Proses overlay peta tersebut dilakukan denngan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Pembuatan LMU merupakan tahapan pertama dalam multi-stage sampling. Dari hasil proses tersebut akan digunakan sebagai dasar proses tahap dua, yaitu pembuatan petak ukur untuk sampling jenis dan pengambilan data parameter lingkungan abiotik dan biotik. Berdasarkan karakteristik lahan dalam tahap pertama dalam multi-stage sampling, diperoleh satuan unit-unit lahan dengan karakteristik yang seragam. Berdasarkan unit-unit lahan tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang sesuai berdasarkan ketinggian, jenis tanah dan zona pemanfaatan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Karakter setiap unit-unit lahan yang dipilih yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian merupakan unit-unit lahan yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan petak ukur. Tahap kedua adalah penentuan lokasi petak ukur yang didasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan yaitu luasan unit lahan yang diperoleh pada tahap pertama, aksesibilitas lokasi dan informasi sekunder tentang keberadaan komunitas tumbuhan bawah. Pembuatan petak ukur dilakukan dengan nested sampling, untuk menghindarkan efek tepi maka petak ukur pertama dibuat minimal 20 meter dari jalur pendakian, lalu dibuat minimal 5 (lima) petak ukur berseling dalam satu jalur, dilanjutkan pembuatan petak ukur pada jalur selanjutnya. Jarak antar jalur petak ukur adalah 50 meter. Pengambilan data lapangan meliputi 6 (enam) LMU. LMU 1, LMU 3, LMU 5 dan LMU 6 merupakan hutan tanaman eks-PT Perhutani yang diserahkan secara resmikepada Balai Besar TNGGP pada tahun 2010. Kondisi LMU 2 adalah hutan alam, namun cenderung terbuka dan mayoritas merupakan lahan kosong, sementara LMU 4 berupa hutan alam primer dengan kondisi yang masih baik. Pembuatan PU di LMU 1, LMU 2, LMU 3, LMU 5 dan LMU 6 tidak diteruskan hingga memenuhi intensitas sampling minimal 2%, hal ini karena kondisi lapangan yang homogen tegakannya dan kondisi lantai hutan tidak terdapat komunitas tumbuhan bawah. (a), LMU 3. (b), LMU 5 pada. (c) dan LMU 6. (d). Pembuatan PU di LMU 1, LMU 2, LMU 3, LMU 5 dan LMU 6 tetap dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik lingkungan selain tetap dilakukan pengambilan data tumbuhan bawah. LMU 4 dan LMU 2 berupa hutan alam. LMU 2 cenderung diperuhi oleh belukar dan lahan kosong, sehingga ttupan tumbuhan bawah sedikit. LMU 4 merupakan lokasi yang sangat baik tutupan lantai hutan oleh tumbuhan bawah. LMU 4 merupakan LMU yang paling representatif, karena merupakan hutan alam yang masih terjaga kondisinya. Di LMU 4 dilakukan pembuatan 30 PU, dengan luas LMU 4 sebesar 40,90 Ha maka diperoleh IS sebesar 2,93%.
Identifikasi Jenis Tumbuhan Bawah
Identifikasi jenis tumbuhan bawah dilakukan di lokasi petak ukur dengan bantuan dari pengenal jenis lokal, untuk jenis yang memerlukan identifikasi lebih lanjut maka dilakukan pembuatan herbarium lalu diidentifikasi lebih mendalam di Laboratorium Botani LIPI Bogor. Pembuatan PU dan identifikasi jenis di LMU 1 ditemukan 28 jenis tumbuh an bawah, LMU 2 ditemukan 8 jenis, LMU 3 ditemukan 9 jenis, LMU 4 ditemukan 80 jenis, LMU 5 ditemukan 13 jenis dan di LMU 6 ditemukan 5 jenis. Setelah dilakukan identifikasi dan rekapitullasi data, ditemukan 83 jenis tumbuhan bawah yang berasal dari 45 famili. Dari jenis tumbuhan bawah yang telah teridentifikasi tersebut, dilakukan ekstraksi agar dapat dilakukan pengujian sitotok sisitas dan pengujian selektivitas. Famili tumbuhan bawah meliputi Acanthaceae, Annonaceae, Apiaceae, Apocynaceae, Araceae, Araliaceae, Aspleniaceae, Asteraceae, Balsamina ceae, Begoniaceae, Compositae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Cype raceae, Elaeagnaceae, Equisetaceae, Fabaceae, Gesneriaceae, Gramineae, Hypoxidaceae, Lamiaceae, Malva ceae, Marattiaceae, Melastomataceae, Menispermaceae, Moraceae, Musa ceae, Myrsinaceae, Oxalidaceae, Passifloraceae, Piperaceae, Planta ginaceae, Polygalaceae, Primulaceae, Rosaceae, Rubiaceae, Sellagineaeeae, Smilaceae, Solanaceae, Symplo caceae, Urticaceae, Verbenaceae, Woodsiaceae, Zingiberaceae. Rekapi tulasi jenis tumbuhan bawah yang diperoleh di lokasi petak ukur di semua LMU pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tumbuhan bawah yang terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terbagi atas 6 LMU. Jenis yang ditemukan sebanyak 83 jenis dan terdiri atas 45 famili.
Yanieta Arbiastutie, Djoko Marsono, Wahyuningsih MSH, Rishadi Purwanto
[learn_press_profile]
Tag:artikel pakar, informasi, penelitian, rektor